Sependapatkah anda bahwa Do’a itu Harapan, dan Harapan itu Cita-cita ?
Do’a yang dituntunkan oleh Agama merupakan rumusan cita-cita yang tepat. Ambillah contoh rumusan Do’a yang banyak diucapkan orang.
Ya Tuhanku, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan jauhkan kami dari siksa neraka .
Betapa tepatnya rumusan cita-cita itu. Siapakah yang tidak bercita-cita hidup sejahtera di dunia, sejahtera di akhirat dan terjauh dari siksaan neraka ? Siapapun bercita-cita seperti itu, apapun agamanya, apapun kebangsaannya, apapun jabatannnya apapun kelompok dan golongannnya. Dan do’a atau cita-cita itu baru akan terwujud kaulau diperjuangkan.
Konon Khalifah Umar pernah mengusir seseorang yang berdo’a di masjid mohon rizqi “Kalau mohon rizqi segeralah keluar bekerja mencari rizqi. Sebab dari langit tidak akan turun hujan emas “ seru beliau.
Cerita itu menggambarkan bahwa sepertinya Khalifah Umar pun berpendapat, bahwa do’a perlu diusahakan atau diperjuangkan sebagaimana harapan dan cita-cita, agar dapat terwujud.
Rumusan do’a diantara dua sujud yang dituntunkan oleh Rasulullah berbunyai
(“Ya allah, ampunilah saya, kasih- sayangilah saya, cukupilah saya, tunjukilah saya dan berilah saya rizqi “)
Bagaimana kalau kelima permohonan / harapan / cita-cita kita sebagaimana termaktub dalam rumusan do’a diantara dua sujud itu kita kelompokkan menjadi dua kelompok. Pertama kelompok spiritual, terdiri dari permohonan ampunan, kasih-sayang dan petunjuk. Kedua kelompok material, yang terdiri dari permpohonan kecukupan dan rizqi !? Dalam tulisan ini akan diberikan komentar ala kadarnya tentang cita-cita kita di kelompok ke dua. Cita-cita berkecukupan dan rizqi. Hal ini bukan karena cita-cita kelompok pertama tidak penting, tetapi sekedar karena ruang rubrik yang terbatas. Sebenarnya dalam proses, kecukupan dan rizqi, rizqi terjadi lebih dahulu. Proses kecukupan baru muncul setelah proses rizqi terjadi. Rizqi kita terima, baru kemudian muncul masalah cukup-tidaknya rizqi itu guna memenuhi kebutuhan. Akan tetapi mengapa rumusan do’a atau cita-cita kelompok material itu, tidak sejalan dengan proses kejadiaanya ?. Kita kedepankan kebutuhan kita akan kecukupan baru kemudian kita kedepankan kebutuhan kita akan rizqi. Do’a kita ditasyahud akhir diantaranya kita mohon agar kita terjaga dari siksa neraka jahanam dan terjaga dari siksa kubur. Terlebih dahulu kita mohon terjaga dari siksa jahanam baru kemudian kita mohon terjaga dari siksa kubur, sementara prosesnya siksa kubur akan dialami terlebih dahulu, baru kemudian siksa neraka jahanam itu dialami.
Pasti hal ini ada sebabnya. Ada rahasianya. Dan rasanya sebab atau rahasia itu tidak terlalu sulit dicari. Sementara orang berpendapat, mengapa terjaga dari siksa jahanam dikedepankan lebih dahulu dari terjaga dari siksa kubur ? Sebab terjaga dari siksa jahanam itu lebih dibutuhkan dari terjaga dari siksa kubur, meskipun orang tak senang terhadap keduanya. Persepsi kita, siksa jahanan itu berat dan lama. Sementara siksa kubur tidak seberat siksa jahanam dan waktunya terbatas sampai hari kiyamat. Wallahu a’lam.
Kembali kepada masalah mengapa kebutuhan akan kecukupam lebih dahulu dikedapankan dari kebutuhan akan rizqi ?! Apakah sebab atau rahasianya. Rahasianya ialah karena untuk memenuhi kebutuhan akan kecukupan itu lebih berat dari memenuhi kebutuhan akan rizqi. Berkecukupan layak jadi cita-cita dari pada rizqi. Untuk mendapat rizqi kerja lebih sederhana. Dimasa rakat jawa ada pemeo; sapa nggremet nglamet. Sapa obah mamah. Klinting-klinting nemu lading, klintong-klintong nemu genthong. Kesimpulannya, mencari rizqi itu sederhana. Siapa mau bekerja, Insya Allah – rizqi itu ada.
Rizqi adalah fungsi kerja. Sementara cukup atau kecukupan adalah fungsi manajemen. Banyak orang berpendapatan besar tetapi tidak cukup, sementara tidak edikit orang yang berpendapatan relatif kecil, tetapi mereka hidup berkecukupan. Mengapa terjadi demikian ? Yang berpendapatan besar, managerial skill ( keterampilan mengelola ) pendapatannnya rendah, sementara yang berpendapatn kecil, ketrampilannya mengelola tinggi, Kesimpulan ekstrimnya adalah cukup tidak cukup merupakan masalah manajemen. Oleh karenanya, kita yang sekurang-kurangnya 17 ( tujuh belas ) kali dalam satu hari mengucapkan do’a mohon cukup dan mohon rizqi berjuang dan berusaha agar do’a itu terwujud. Ujud perjuangan itu adalah meningkatkan ketrampilan manajemen dan meningkatkan etos kerja
Senin, 25 Agustus 2008
Do'a adalah cita cita
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar